kerajaan mataram islam
A. Awal perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat
Kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede.
Para raja yang pernah memerintah di Kerajaan Mataram yaitu : Penembahan
Senopati (1584-1601), Panembahan Seda Krapyak (1601-1677).
Dalam sejarah Islam,Kesultanan mataram memiliki peran
yang cukup penting dalam perjalanan secara
kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (Indonesia). Hal ini terlihat dari
semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para
penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga
pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di Jawa.
Pada awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan
pajang sebagai balas jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya Penangsang.
Sultan Hadiwijaya menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Ageng Pemanahan.
Selanjutnya, oleh ki Ageng Pemanahan Mataram dibangun sebagai tempat permukiman
baru dan persawahan.
Akan tetapi, kehadirannya di daerah ini dan usaha
pembangunannya mendapat berbagai jenis tanggapan dari para penguasa setempat.
Misalnya, Ki Ageng Giring yang berasal dari wangsa Kajoran secara
terang-terangan menentang kehadirannya. Begitu pula ki Ageng tembayat dan Ki
Ageng Mangir. Namun masih ada yang menerima kehadirannya, misalnya ki Ageng
Karanglo. Meskipun demikian, tanggapan dan sambutan yang beraneka itu tidak
mengubah pendirian Ki Ageng Pemanahan untuk melanjutkan pembangunan daerah itu.
ia membangun pusat kekuatan di plered dan menyiapkan strategi untuk menundukkan
para penguasa yang menentang kehadirannya.
Pada tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia. Ia
digantikan oleh putranya, Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar.
Di samping bertekad melanjutkan mimpi ayahandanya, ia pun bercita-cita
membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Sehingga, hubungan antara mataram
dengan pajang pun memburuk.Hubungan yang tegang antara sutawijaya dan
kesultanan Pajang akhirnya menimbulkan peperangan. Dalam peperangan ini,
kesultanan pajang mengalami kekalahan. Setelah penguasa pajak yakni hadiwijaya
meninggal dunia (1587), Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram
dengan gelar penembahan Senopati Ing Alaga. Ia mulai membangun kerajaannya dan
memindahkan senopati pusat pemerintahan ke Kotagede. Untuk memperluas daerah
kekuasaanya, penembahan senopati melancarkan serangan-serangan ke daerah
sekitar. Misalnya dengan menaklukkan Ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Giring.
daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam
Pada tahun 1590, penembahan senopati atau biasa
disebut dengan senopati menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan
surabaya. Pada tahun 1591 ia mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya
dengan penaklukkan Pasuruan dan Tuban pada tahun 1598-1599.
Sebagai raja islam yang baru, panembahan senopati
melaksanakan penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa
mataram harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau
melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa cita-cita
itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang terletak di
sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan pertemuan
senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika ia bersemedi di
Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan itu
disebutkan bahwa kelak ia akan menguasai seluruh tanah Jawa.
B. Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram
islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak
adaa pada diri sultan. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki
sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan
kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu
di alun-alun istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum
priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula
panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau
Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan
senopati terus-menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai
ia meninggal pada tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas Jolang atau
Penembahan Sedaing Krapyak (1601 – 1613). Peran mas Jolang tidak banyak yang
menarik untuk dicatat. Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas
Rangsang (1613 – 1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram mearik kejayaan.
Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.
Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja
mataram ketiga. Ia mendapat nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa
kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan
dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta. Gelar “sultan” yang disandang oleh
Sultan Agung menunjukkan bahwa ia mempunyai kelebihan dari raja-raja
sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia
dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar
“Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan”
atau “Sunan”. Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari
Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung
Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman.
Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah
seluruh pulau jawa, kerajaan Mataram pun terlibat dalam perang yang
berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC
yang mengincar pulau Jawa.
Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri,
pasuruan, lumajang, dan malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih
difokuskan ke daerah wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk menghadapi
jawa timur. Daerah ini pun berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616, terjadi
pertempuran antara tentara mataram dan tentara surabaya, pasuruan, Tuban,
Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep. Peperangan ini dapat dimenangi oleh
tentara mataram, dan merupakan kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di
tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat
dipersatukan. Selanjutnya mataram berhadapan langsung dengan Surabaya. Untuk
menghadapi surabaya, mataram melakukan strategi mengepung, yaitu lebih dahulu
menggempur daerah-daerah pedalaman seperti Sukadana (1622) dan Madura (1624).
Akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625.
Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram
menjadi kerajaan yang sangat kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh
pulau jawa kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di
Batavia ttelah berhasil dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut
menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk menantang kompeni yang masih
bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah
pimpinan Tumenggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk mengempung
Batavia.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda,
serangan ini gagal, bahkan tumenggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut
menyebabkan matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan
persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali
menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger
adalah para pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia,
Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga
menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya,
serangan mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan pada tahun
1639.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda,
serangan ini gagal, bahkan tumenggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut
menyebabkan matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan
persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali
menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger
adalah para pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia,
Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan
pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan
mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan pada tahun 1639.
Bagi Sultan Agung, Kerajaan Mataram adalah kerajaan
islam yang mengemban amanat Tuhan di tanah Jawa. Oleh sebab itu, struktur serta
jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi
kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya
pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan
istana.
Sultan agung juga berprediksi sebagai pujangga.
Karyanya yang terkenal yaitu kitab Serat Sastra Gendhing. Adapun kitab serat
Nitipraja digubahnya pada tahun 1641 M. Serat sastra Gendhing berisi tetang
budi pekerti luhur dan keselarasan lahir batin. Serat Nitipraja berisi tata
aturan moral, agar tatanan masyarakat dan negara dapat menjadi harmonis. Selain
menulis, Sultan Agung juga memerintahkan para pujangga kraton untuk menulis
sejarah babad tanah Jawi.
Di antara semua karyanya , peran sultan agung yang
lebih membawa pengaruh luas adalah dalam penanggalan. Sultan agung memadukan
tradisi pesantren islam dengan tradisi kejawen dalam perhitungan tahun.
Masyarakat pesantren biasa menggunakan tahun hijriah, masyarakat kejawen
menggunakan tahun Caka atau saka. Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil
menyusun dan mengumumkan berlakunya sistem perhitungan tahun yang baru bagi
seluruh mataram. Perhitungan itu hampir seluruhnya disesuaikan dengan tahun
hijriah, berdasarkan perhitungan bulan. Namun, awal perhitungan tahun jawa ini
tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78 m. Kesatuan perhitungan tahun sangat
penting bagi penulisan serat babad. Perubahan perhitungan itu merupakan
sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan proses pengislaman tradisi dan
kebudayaan jawa yang sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan demak. Hingga saat
ini, sistem penanggalan ala sultan Agung ini masih banyak digunakan.
Sejak masa sebelum sultan Agung pembangunan
non-militer memang telah dilakukan. Satu yang layak disebut, panembahan Senopati
menyempurnakan bentuk wayang dengan tatanan gempuran. Setelah zaman senopati,
mas jolang juga berjasa dalam kebudayaan, dengan berusaha menyusun sejarah
negeri demak, serta menulis beberapa kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil (1607 M)
yang berisi wejangan Sunan bonang kepada abdi raja majapahit yang bernama
Wujil. Pangeran Karanggayam juga menggubah Serat Nitisruti (1612 m) pada masa
mas jolang.
Menjelang akhir hayatnya. Sultan Agung menerapkan
peraturan yang bertujuan mencegah perebutan tahta, antara keluarga raja dan
putra mahkota. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi
pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.
C. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan
Sultan Agung
Kemajuan yang dicapai meliputi kemajuan di bidang
politik, ekonomi, sosial, dan budaya, yaitu :
a. Bidang Politik
Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung adalah
menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda di Batavia.
a. Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan
Islam di Jawa. Usaha inidimulai dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan,
Sumenep, Sampang,Pasuruhan, kemudian Surabaya. Salah satu usahanya
mempersatukan kerajaan Islamdi Pulau Jawa ini ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan.
Sultan Agung mengambil menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan
putrinya yaitu Ratu Wandansari
b. Anti penjajah Belanda
Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap
penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang Belanda ke
Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang kedua tahun 1629. Kedua
penyerangan ini mengalami kegagalan.Adapun penyebab kegagalannya, antara lain:
- Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi
ketahanan prajurit mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki selama satu bulan
dengan medan yang sangat sulit.
- Kekurangan dukungan logistik menyebabkan
pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.
- Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa
yang dimiliki kompeni Belanda yang serba modern.
- Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit
dan meninggal, sehingga semakin memperlemah kekuatan.
- Portugis bersedia membantu Mataram dengan
menyerang Batavia lewat laut,sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis
mengingkari. Akhirnya Mataram dalam menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.
- Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak
menadakan kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka
saling bersaing.
- Sistem koordinasi yang kurang kompak antara
angkatan laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut mengadakan
penyerangan lebih awal sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui
Belanda.
- Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi,
sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.
b. Bidang Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal
berikut ini:
- Sebagai negara agraris, Mataram mampu
meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai
irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah
yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha
tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
- Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa
tidak hanya menambah kekuatan politik,tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan
demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi
juga karena pelayaran dan perdagangan.
c. Bidang sosial Budaya
Kemajuan dalam bidang sosial budaya meliputi
hal-hal berikut:
a. Timbulnya kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara
kebudayaan asli Jawa denganIslam. Misalnya upacara Grebeg yang semula merupakan
pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama Islam.
Sampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan
sebagainya.
b. Perhitungan Tarikh Jawa
Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum
tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang didasarkan peredaran
matahari (tarikh syamsiyah).Sejak tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu
diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah). Caranya,
tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan tarikh
komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal sebagai“tahun
Jawa”.
c. Berkembangnya Kesusastraan Jawa
Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan
dan seni berkembang pesat,termasuk di dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung
sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending yang merupakan kitab
filsafat kehidupan dan kenegaraan.Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti,
Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran budi
pekerti yang baik.Pengaruh Mataram mulai memudar setelah Sultan Agung meninggal
pada tahun 1645 M.Selanjutnya, Mataram pecah menjadi dua, sebagaimana isi
Perjanjian Giyanti (1755) berikut:
- Mataram Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di
bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
- Mataram Barat yang dikenal dengan Kesultanan
Yogyakarta di bawah kekuasaan Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I
dengan pusat pemerintahannya di Yogyakarta.Perkembangan berikutnya, Kesunanan
Surakarta pecah menjadi dua yaitu Kesunanan dan Mangkunegaran (Perjanjian
Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi atas Kesultanan dan Paku
Alaman. Perpecahan ini terjadi karena campur tangan Belanda dalam usahanya
memperlemah kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di kuasai.Sultan Agung
meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak Bukit Imogiri, Bantul ,Yogyakarta.
Selanjutnya,Mataram diperintah oleh putranya, SunanTegalwangi, dengan gelar
Amangkurat I ( 1646 – 1677). Dalam masa pemerintahan Amangkurat I, kerajaan
mataram mulai mundur. Wilayah kekuasaan mataram berangsur-angsur menyempit
karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun1675, Rade
Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak terbendung,
sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram yang waktu
ituteletak di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya
meninggal di Tegal.Sepeninggal Amangkurat I, Mataram dipegang oleh Amangkurat
II yang menurunkanDinasti Paku Buwana di Solo dan Hamengku Buwana di
Yogyakarta. Amangkurat II meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan
Trunajaya. Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram
semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi
dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813,
perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa
pemerintahan Hindia Belanda, keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut
sebagai vorstenlanden. Saat ini, keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut
masih melanjutkan dinasti masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan
mataram tersebut, terutama kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan diakui
masyarakat.
Aspek Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata
dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu
saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang
keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin
upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan,dalam istana terdapat jabatan
jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban
di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus
dipatuhi oleh seluruh penduduk
Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan
Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor
agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram
juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas
sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus
perdagangan Kerajaan Mataram. Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa
Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan
yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara
kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Di samping itu, perkembangan di bidang
kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra
Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa
yang disebut Hukum Surya Alam.E.
Puncak Kejayaan Mataram Islam
Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada
jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup
Pulau Jawa (kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di
Kalimantan Barat. Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie ) Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan
Agung yang sangat anti kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia sebanyak dua
kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto sepertiyang dikutip oleh Purwadi (2007),
Sultan Agung memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa
kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi,dan
tidak terbagi-bagi.
Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan
Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah
kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat
dikerahkan untuk berperang.
D. Silsilah Raja dan Sistem Pemerintahan
1. Ki Ageng Pamanahan ( Ki Gede Pamanahan )
- Pendiri desa mataram tahun 1556
- bergelar Panembahan Senapati dibawah pimpinan
anaknya
- Ki Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis, putra
Ki Ageng Sela
- menikah dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai
Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak perempuan Ki Ageng Henis).
- Ki Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki
Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya bupati Pajang (murid Ki Ageng Sela ) Keduanya
dianggap kakak oleh raja dan dijadikan sebagai lurah wiratamtama di Pajang.
- Hadiwijaya singgah ke Gunung Danaraja. Ki
Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujukHadiwijaya supaya
bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat memberikan
cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.
- Meninggal tahun 1584
2. Sutawijaya ( Danang sutawijaya )
- pendiri Kesultanan Mataram yang memerintah
sebagai raja pertama pada tahun 1587-1601
- bergelar Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin
Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa
- dianggap sebagai peletak dasar-dasar Kesultanan
Mataram.
- putra sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai
Sabinah
- Menurut naskah-naskah babad, ayahnya adalah
keturunan Brawijaya raja terakhir Majapahit, sedangkan ibunya adalah keturunan
Sunan Giri anggota Walisanga
- Nyai Sabinah memiliki kakak laki-laki bernama Ki
Juru Martani, yang kemudian diangkat sebagai patih pertama Kesultanan Mataram.
Ia ikut berjasa besar dalam mengatur strategi menumpas Arya Penangsang pada
tahun 1549.
- Sutawijaya juga diambil sebagai anak angkat oleh
Hadiwijaya bupati Pajang sebagai pancingan, karena pernikahan Hadiwijaya dan
istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi
tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga ia pun terkenal dengan sebutan
Raden Ngabehi Loring Pasar.
- Sayembara menumpas Arya Penangsang tahun 1549
merupakan pengalaman perang pertama bagi Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut
serta dalam rombongan pasukan supaya Hadiwijaya merasa tidak tega dan
menyertakan pasukan Pajang sebagai bala bantuan. Saat itu Sutawijaya masih
berusia belasan tahun.
- meninggal dunia pada tahun 1601 saat berada di
desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede.
3. Raden Mas Jolang ( Panembahan Hanyakrawati / Sri
Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram )
- raja kedua Kesultanan Mataram yang memerintah
pada tahun 1601-1613
- putra Panembahan Senapati raja pertama Kesultanan
Mataram. Ibunya bernama Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa
Pati
- Ketika menjabat sebagai Adipati Anom (putra
mahkota), Mas Jolang menikah dengan Ratu Tulungayu putri dari Ponorogo. Namun
perkawinan tersebut tidak juga dikaruniai putra, kemudian menikah lagi dengan
Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja Pajang. Dyah Banowati yang kemudian
bergelar Ratu Mas Hadi melahirkan Raden Mas Rangsang dan Ratu Pandansari (kelak
menjadi istri Pangeran Pekik). Empat tahun setelah Mas Jolang naik takhta,
ternyata Ratu Tulungayu melahirkan seorang putra bernama Raden Mas Wuryah alias
Adipati Martapura. Padahal saat itu jabatan adipati anom telah dipegang oleh
Mas Rangsang.
- Pada tahun 1610 melanjutkan usaha ayahnya, yaitu
menaklukkan Surabaya, musuh terkuat Mataram. Serangan-serangan yang
dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun 1613 hanya mampu memperlemah
perekonomian Surabaya namun tidak mampu menjatuhkan kota tersebut. Serangan
pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos VOC di Gresik dan Jortan ikut
terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos
dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba menjalin hubungan dengan markas besar
VOC di Ambon.
- meninggal dunia pada tahun 1613 karena kecelakaan
sewaktu berburu kijang di Hutan Krapyak. Oleh karena itu, ia pun terkenal dengan
gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak, atau cukup Panembahan Seda Krapyak,
yang bermakna "Baginda yang wafat di Krapyak"
4. Raden Mas Rangsang (Sultan Agung Adi Prabu
Hanyakrakusuma )( nama asli : Raden Mas Jatmika )
- lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 -
wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645
- raja ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah
pada tahun 1613-1645
- Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang
menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.( puncak kejayaan
)
- Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan,
Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan
S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal3 November 1975.
- putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu
Mas Adi Dyah Banawati.( putri Pangeran Benawa raja Pajang ( Dyah Banowati ))
- Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung
kota Surabaya secara periodik.
- kemunduran kerajaan mataram Islam akibat kalah
dalam perang merebut Batavia dengan VOC
- menyerang Batavia sebanyak 2x.
serangan pertama ( 1628 ) terjadi di benteng
Holandia, dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa, dan Pangeran Mandurareja sebanyak
10.000 pasukan akan tetapi gagal. Kegagalan serangan pertama diantisipasi
dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun
pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya. Serangan kedua ( 1629 ) dipimpin
Adipati Ukur dan Adipati Juminah Total semua 14.000 orang prajurit. serangan
kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang
mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur
jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.
5. Amangkurat I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung)
- Memerintah pada tahun 1646-1677
- Memiliki gelar anumertaSunan Tegalwangi atau
Sunan Tegalarum
- Nama aslinya adalah Raden Mas Sayidin putra
Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta
bupatiBatang (keturunan Ki Juru Martani).
- Ketika menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran
Arya Prabu Adi Mataram.
- memiliki dua orang permaisuri. Putri Pangeran
Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak
menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang
melahirkan Raden Mas Drajat, kelak menjadi Pakubuwana I.
- mendapatkan warisan Sultan Agung berupa wilayah
Mataram yang sangat luas
- menerapkan sentralisasi atau sistem pemerintahan
terpusat.
- Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke
Plered. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau
Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh
senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan
kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua,
termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di
alun-alun untuk dibantai.
- Amangkurat I menjalin hubungan dengan VOC yang
pernah diperangi ayahnya. Pada tahun 1646 ia mengadakan perjanjian, antara lain
pihak VOC diizinkan membuka pos-pos dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak
Mataram diizinkan berdagang ke pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak
juga saling melakukan pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I
dianggap sebagai bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian
tergoncang saat VOC merebut Palembang tahun 1659.
- hubungan diplomatik Mataram dan Makasar yang
dijalin Sultan Agung akhirnya hancur di tangan putranya setelah tahun 1658.
Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan menyuruh Sultan Hasanuddin datang
sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu ditolak.
- tanggal 28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut
istana Plered. Amangkurat I dan Mas Rahmat melarikan diri ke barat.Babad Tanah
Jawi menyatakan, dengan jatuhnya istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan
Mataram. Pelarian Amangkurat I membuatnya jatuh sakit dan meninggal pada 13
Juli 1677 di desa Wanayasa, Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat
gurunya di Tegal
6. Amangkurat II (Nama asli Amangkurat II ialah
Raden Mas Rahmat )
- putra Amangkurat I raja Mataram yang lahir dari
Ratu Kulon putri Pangeran Pekikdari Surabaya.
- memiliki banyak istri namun hanya satu yang
melahirkan putra (kelak menjadi Amangkurat III)
- Pada bulan September 1680 Amangkurat II membangun
istana baru di hutan Wanakerta karena istana Plered diduduki adiknya,
yaituPangeran Puger. Istana baru tersebut bernama Kartasura.
- Amangkurat II akhirnya meninggal dunia tahun
1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya,
yaituAmangkurat III melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger.
- Pada bulan September 1677 diadakanlah perjanjian
di Jepara. Pihak VOC diwakili Cornelis Speelman. Daerah-daerah pesisir
utaraJawa mulai Kerawang sampai ujung timur digadaikan pada VOC sebagai jaminan
pembayaran biaya perang Trunajaya.
- Mas Rahmat pun diangkat sebagai Amangkurat II,
seorang raja tanpa istana. Dengan bantuan VOC, ia berhasil mengakhiri
pemberontakan Trunajaya tanggal 26 Desember 1679. Amangkurat II bahkan
menghukum mati Trunajaya dengan tangannya sendiri pada 2 Januari 1680.
7. Amangkurat III (Nama aslinya adalah Raden Mas
Sutikna )
- memerintah antara tahun 1703– 1705.
- dijuluki Pangeran Kencet, karena menderita cacat
di bagian tumit.
- Ketika menjabat sebagai Adipati Anom, ia menikah
dengan sepupunya, bernama Raden Ayu Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya
itu kemudian dicerai karena berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih
Sindureja.
- Raden Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna,
sedangkan Pangeran Puger dipaksa menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri.
Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu Himpun adik Ayu Lembah.
- Rombongan Amangkurat III melarikan diri ke
Ponorogo sambil membawa semua pusaka keraton. Di kota itu ia menyiksa Adipati
Martowongso hanya karena salah paham. Melihat bupatinya disakiti, rakyat
Ponorogo memberontak. Amangkurat III pun lari ke Madiun. Dari sana ia kemudian
pindah ke Kediri.
- Sepanjang tahun 1707 Amangkurat III mengalami
penderitaan karena diburu pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke
Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya tahun
1708.
- Pangeran Blitar, putra Pakubuwana I, datang ke
Surabaya meminta Amangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun
ditolak. Amangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.
- VOC kemudian memindahkan Amangkurat III ke
tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka.
- Meninggal di negeri itu pada tahun 1734.
- Konon, harta pusaka warisan Kesultanan Mataram
ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun demikian, Pakubuwana I berusaha tabah dengan
mengumumkan bahwa pusaka Pulau Jawa yang sejati adalah Masjid Agung Demak dan
makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak.
- Perang Suksesi Jawa I (1704–1708), antara
Amangkurat III melawan Pakubuwana I.
- Perang Suksesi Jawa II (1719–1723), antara
Amangkurat IV melawan Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya.
- Perang Suksesi Jawa III (1747–1757), antara
Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan
Mangkunegara I.
E. Peninggalan sejarah kerajaan mataram Islam :
I . Sumber- Sumber Berita:
a. Babad Tanah Djawi
b. Babad Meinsma
c. Serat Kandha
d. Serat Centini
e. Serat Cabolek
f. Serat Dharma Wirayat (yang sangat populer
sebagai karya Sri Paku Alam III.)
g. Serat Nitipraja
h. Babad Sangkala
i. Babad Sankalaniang Momana
j. Sadjarah Dalem
II. Seni dan Tradisi:
a. Sastra Ghending karya Sultan Agung
b. Tahun Saka
Pada tahun 1633, Sultan Agung mengganti perhitungan
tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun Islam yang
berdasarkan perhitungan bulan
c. Kerajinan Perak
Perak Kotagede sangat terkenal hingga ke
mancanegara, kerajinan ini warisan dari orang-orang Kalang.
d. Kalang Obong
Upacara tradisional kematian orang Kalang, upacara
ini seperti Ngaben di Bali, tetapi upacara Kalang Obong ini bukan mayatnya yg
dibakar melainkan pakaian dan barang-barang peninggalannya
e. KUE KIPO
Makanan tradisional ini sangat khas dan hanya ada
di Kotagede, terbuat dari kelapa, tepung, dan gula merah.
f. Pertapaan Kembang Lampir
Kembang Lampir merupakan petilasan Ki Ageng
Pemanahan yang terletak di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung
Kidul. Tempat ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu
karaton Mataram.
III. Bangunan- Bangunan, Benda Pusaka, dan Lainnya:
a. Segara Wana dan Syuh Brata
Adalah meriam- meriam yang sangat indah yang
diberikan oleh J.P. Coen (pihak Belanda) atas perjanjiannya dengan Sultan
Agung. Sekarang meriam itu diletakkan di depan keraton Surakarta dan merupakan
meriam yang paling indah di nusantara
b. Puing - puing / candi- candi Siwa dan Budha di
daerah aliran Sungai Opak dan Progo yang bermuara di Laut Selatan
c. Batu Datar di Lipura yang tidak jauh di barat
daya Yogyakarta
d. Baju “keramat” Kiai Gundil atau Kiai Antakusuma
e. Masjid Agung Negara
Masjid Agung dibangun oleh PB III tahun 1763 dan
selesai pada tahun 1768.
f. Masjid Jami Pakuncen
Masjid Jami Pekuncen yang berdiri di Tegal Arum,
Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, merupakan salah bangunan peninggalan Islam yang
dibuat Sunan Amangkurat I sebagai salah satu tempat penting untuk penyebaran
Islam kala itu.
g. Gerbang Makam Kota Gede
Gerbang ini adalah perpaduan unsur bangunan Hindu
dan Islam.
h. Masjid Makam Kota Gede
Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak
peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang
bangunannya bercorak Jawa.
i. Bangsal Duda
j. Rumah Kalang
k. Makam Raja- Raja Mataram di Imogiri